Tuesday, July 25, 2023

The Participant (Cerpen)

 

Matanya terperangah menghadang temaram menyusuri ladang ilalang. Ada pamandangan bagus yang mengusik batinnya, mengundang hasrat untuk menatapnya lama – lama. Indah memang, terang bulan ketika purnama cahayanya membiaskan gambar siluet dari seekor kijang liar di atas bukit. Kala malam di sebuah hutan. Seekor singa jantan yang masih kelaparan lebih memilih untuk pulang, meski ia sadar kalau dengan hanya memandang hasratnya  takkan terpuaskan. Tapi, pemandangan indah tadi sudah cukup baginya, cukup untuk malam ini.

***

Seekor singa jantan dengan badan yang kurus, sudah lima bulan ia tidak memangsa sejak pertama kali dinobatkan menjadi raja. Gaya hidupnya kini berubah. Ia bukan lagi pemangsa. Kecintaan singa pada rakyatnya membuat ia lebih memilih untuk menjadi  vegetarian. Singa makan sayur menurutnya lebih terhormat daripada harus memakan rakyatnya.Tapi hal itu pula yang menjadi bumerang baginya. Kesehatannya lambat laun kian menurun, kini ia menjadi sakit –sakitan. Tidak kuat lagi berlari, bahkan mengaumpun layaknya kucing betina yang sedang marah.Tak ada lagi yang bisa diandalkan,ia pun kini tak bisa mengejar musuh, apalagi melindungi hutan. Yang ada hanya Sang Singa Raja Hutan pesakitan, dan kini suasana hutan kian mencekam karena tengah diteror serangan anjing – anjing liar.

“Kau lihat gajah, gajah itu besar, bisa melindungi apa saja di daratan. Kau lihat buaya, dia bisa menjaga binatang – binatang lain di sekitar rawa. Belum lagi harimau, ular, dan lainnya. Tanpa harus mengandalkan aku, sebenarnya kalian bisa hidup tentram. Sudah terlalu banyak jagoan di hutan ini. Kenapa harus bingung kalau kehilangan satu ?”

“Sudahlah, jangan berkilah. Aku lihat tadi malam bagaimana kau terperangah menatapi siluet seekor kijang di bukit. Kau tak mengalihkan pandangan barang sedetik, air liurmu menetes –netes di tanah. Kau tahu kau sangat menginginkannya, tapi lantas kau lebih memilih mengunyah rumput basah didepanmu daripada memburunya. Setelah merasa cukup, kau lantas pulang. Perutmu saja yang kenyang, tapi hasratmu sebagai pemburu kelaparan dahsyat. Sampai kapan kau akan bertahan dengan kebiasaanmu yang memuakkan itu? ”

“Sampai kapan ? selama aku masih dipercayakan oleh rakyatku untuk mengemban tugas sebagai raja mereka. Aku akan terus seperti ini. Aku tidak mungkin memakan mereka yang seharusnya aku lindungi. Mereka memilihku karena butuh perlindungan. Mereka sudah cukup lemah.”

“Tapi apa kau bisa melindungi mereka dengan keadaanmu sekarang. Nantinya kau malah mati konyol. Singa munafik yang mati karena kurang gizi. Hah, amit – amit kalau aku mendengar ada berita seperti itu. Apalagi kalau tahu yang mati itu adikku sendiri. Lebih baik aku saja yang mati, terkena panah nyasar. Itu jauh lebih terhormat.”

 

”Dalam sebuah sistem butuh partisipasi dari setiap individu. Tapi hanya ada 3 hal yang akan terjadi setelah kita tidak berpartisipasi lagi di dalam sistem itu. Sistem itu akan memburuk, biasa – biasa saja, atau justru menjadi lebih baik karena ketidaksertaan kita didalamnya. Jadi janganlah terus mengait – ngaitkan kebiasaanku sekarang dengan serangan anjing liar itu. Sistem pertahanan hutan harus tetap berjalan, meski bukan aku lagi yang menjadi punggawanya.”

“Kau harus kembali seperti dulu Adikku, simpan keras kepalamu. Jangan Naif. Aku tahu disini banyak sekali jagoan. Tapi mereka hanya serdadu - serdadu yang butuh kau arahkan. Jika tidak mereka hanya akan membabi buta tak keruan. Menyerang seenaknya ke segala arah, lalu kalah. Kau rela melihat rakyatmu, serdadu –serdadumu itu, yang kau bilang jagoan- jagoan itu, mati satu per satu ? Pikirkanlah. Dan selagi kau berpikir, aku punya tamu untukmu. Mungkin kehadirannya bisa membuatmu melunak. Sedari tadi ia menunggu diluar. Kita sudahi saja percakapan ini.”

“Siapa tamu itu ?”

“Nanti juga kau tahu, akan aku panggilkan. Sambil aku menunggu kalian saja di luar.”

Seekor kijang jantan nan gagah berjalan memasuki istana. Istana Hutan ini bukan merupakan bangunan megah yang gemerlap. Istana di sini hanya terbuat dari susunan ranting sebagai pagarnya, jerami kering sebagai atapnya, beralaskan tanah, berdinding bambu yang dipasang rapat, dan singgasana dari sisa batang pohon tua yang tumbang. Sang Raja rupanya mengenali tamunya ini, tamu yang lekuk tubuhnya menyerupai siluet yang semalam dipandanginya di bukit. Si Kijang menghadap kepada Raja Hutan, Singa itu menahan hasratnya, ia lapar memang.

“Jangan, jangan… Tahan,tahan… Jangan lihat itu, itu hanya tipuan. Dibalik tubuh yang sehat dan tanduk yang gagah itu tersimpan kelemahan. Apa kau tega melumatnya, dia itu rakyatmu.” Dalam hatinya Singa bergejolak, tapi lantas dengan sekejap ia mampu menguasai emosinya dan berkata.

“Ada apa gerangan kau menghadapku Kijang ?”

“Sebelumnya hamba mohon maaf Paduka, atas kedatangan hamba yang mungkin mengejutkan Paduka. Hamba menghadap, dengan niat tulus hamba untuk ikut menjaga keamanan dan ketentraman hutan ini.” Jawab Kijang Jantan Itu dengan kepala yang menunduk.

“Apa yang kau maksudkan, Kijang? aku tidak mengerti, aku tidak pernah memanggilmu untuk menghadapku untuk kumintakan bantuan. Sadarkah kalau kau hanya seekor kijang biasa, kau bukan prajurit. Bahkan kau pun tidak bisa melindungi diri dari pemangsa lain.”

“Mohon maaf Paduka, tapi hamba memang tidak ingin menjadi seorang prajurit yang mengabdikan diri hamba untuk berperang.”

“Lalu dengan cara apa kau akan melaksanakan niat baikmu itu ?”

 

“Maafkan hamba atas kelancangan hamba paduka, tapi hamba terlalu menyadari bahwa hamba ini hanya binatang lemah. tapi ijinkan hamba berpartisipasi dengan cara hamba sendiri . Yang pastinya ini akan berhasil dan  dapat menyelamatkan hutan ini. Untuk itu hamba dengan suka cita merelakan diri untuk dijadikan santapan makan malam bagi Paduka Raja.”

“Picik sekali pikiran kakakku itu. Dia lakukan segala cara agar aku bisa kembali sehat. Tidak – tidak. Kau pergi saja. Aku tidak mau mengorbankan salah satu dari rakyatku untuk kepuasanku sendiri.”

“Ini bukan masalah picik atau cerdik, kepuasan sendiri atau pengorbanan. Kau lihat, aku sengaja mendatangkan kijang jantan yang kau perhatikan semalam, yang sangat kau inginkan. Untuk kebaikan semua rakyatmu, ia saja rela mengorbankan dirinya untuk jadi santapan makan malammu. Kenapa kau tak rela sedikitpun untuk mengorbankan keras kepalamu itu. Aku tak habis pikir.” Ujar Sang Kakak yang tiba – tiba menyelinap masuk.

Sang raja terdiam, semua yang ada diruangan membisu. Suasana amat hening, semua seakan sengaja membungkam diri untuk memberikan ketenangan Sang Raja yang tengah berpikir. Tak lama, sang raja menghembuskan nafas kencang, dan keputusannya pun diumumkan.

“Hmm, Baiklah jika itu mau kalian. Siapkan aku kijang lain yang kurus, penyakitan dan hampir mati. Jangan yang ini. Aku tak mau yang ini. Singkirkan dia dari sini sebelum aku berubah pikiran. Siapkan makan malamku. Kita berpesta malam ini.”

***

Dimalam yang cerah penuh cahaya bulan. Telah tersaji hidangan makan malam sesuai permintaan Raja. Kijang kurus, penyakitan, dan hampir mati. Malam ini hutan berpesta, Rakyat dari segala penjuru tengah berkumpul untuk menyaksikan momen berharga ini.  Ketika Kakak dari Sang Raja selesai memberikan sambutannya. Dengan lahap Sang Singa Raja Hutan itu menikmati santapan makan malamnya. Suasana pecah, gemuruh sorakan rakyat hutan menggema. Semuanya merayakan hari kembalinya raja mereka sebagai Singa. Singa itu berlumuran darah di wajah dan cakarnya, sementara kijang hanya terbaring tak bernyawa dengan tubuhnya yang terkoyak .Singa mengaum kembali dengan auman yang lantang, jantan dan terdengar lebih tangguh.

Sudah menjadi hukum alam, Singa yang terlahir untuk menjadi yang kuat dan melindungi yang lemah, selemah – lemahnya, ia harus dikembalikan kepada kodratnya. Begitu juga dengan kodrat kijang itu. Biarlah setiap mereka berpartisipasi sesuai kemampuannya sendiri. Entah apapun hasil dari peran mereka nanti, akankah  keadaan kian memburuk, biasa saja, atau bahkan membaik.

 

The End

Oleh : Lia

No comments:

Post a Comment