Tuesday, July 25, 2023

Gelap (Cerpen)

 

Ada yang salah dengan hari ini, entah kenapa malam kian terasa makin panjang. Jatah badan untuk beristirahat bertambah, ada beberapa jam lagi untuk terlelap kembali. Tapi Anwar yakin memang ada yang salah dengan malam ini. Logikanya pada saat bumi berputar akan ada bagian dunia yang terjadi siang dan bagian yang lain akan terjadi malam. Tapi kenapa dibagian dunia tempat anwar bernaung malamnya diperpanjang.  Apa disana juga siangnya bertambah lama ?

“Kini aku baru sadar kenapa di negara timur tengah sana banyak sekali gurun. Ya, mungkin memang begitu, karena siangnya terlalu lama. Untuk itu kita disini merasakan malam yang agak panjang. Bukan begitu Yat ?” Tanya anwar kepada sahabatnya Dayat yang memang sedang terbaring disebelahnya, Dayat menemani Anwar menghabiskan malamnya yang terasa amat panjang.

Dayat mengangguk saja, walau sepertinya percuma karena dengan malam yang bertambah panjang untuk anwar dia tidak bisa melihat rupa temannya itu.

“Kau setuju Yat ? Mengangguklah jika iya.” Anwar agak marah karena Dayat tidak merespon.

“Iya aku setuju, dan juga sudah mengangguk. Tapi apa kau bisa liat aku mengganguk ? Kau bilang malam ini gelap bukan ?” Kata Dayat kesal.

“Oh iya, benar juga ya. Payah betul. Sudah malam panjang begini, ditambah juga mati lampu. Aku bisa liat apa ? Aku seperti bicara sendiri. Padahal ada kau ya ?”

“Sudahlah jangan meracau terus. Kalau memang masih mati lampu, tidur saja.”

“Tidur atau sadar tidak ada beda Yat. Sama – sama Gelap, Mata tertutup pasti gelap, mata terbuka juga masih gelap. Bedanya kalau aku tidur aku bermimpi ,kalau aku sadar aku menghayal. Ah, hidup - hidup… kenapa pilihannya hanya dua ?”

“Yang kau mau dikasih berapa pilihan ?”

“Aku hanya mau seperti dulu, bekerja di siang hari. Terang. Aku rindu terang. Dan nyalakan lampu untukku pada malam hari. Agar aku tak kegelapan.”

“Kau ini maunya apa ? kau mengejek ya ? sudah jangan bicara lagi kalau malam semakin panjang atau juga mati lampu. Malam tetap seperti biasa war. Siang juga seperti biasa. Terimalah, kau kini buta. Jangan bertindak seolah – olah kau tak tahu apa – apa. Tabah sajalah. Terima sajalah nasibmu war, aku tahu pasti berat. Tapi terimalah saja.”

“Dayat, teganya kau bicara seperti itu. Aku tidak akan selamanya begini yat, Aku tidak buta yat. Aku hanya terjebak dalam keadaan yang tidak memungkinkanku untuk melihat. Bukan aku yang buta, hanya dunia saja yang menjadi gelap. Tidak ada sinar yang mampu tertangkap oleh mataku. Mungkin memang malam bertambah panjang, dan lampu pun sedang dimatikan. Aku sadar betul Dayat, tapi apa salahnya aku berharap semoga Tuhan menyalakan lampunya lagi untukku. Menambahkan pilihan hidup selain mimpi atau khayalan. Dayat, hanya dengan cara ini aku mencoba tabah. Kalau kau pikir aku tak waras, ya biarlah. Minimal aku bukan makhluk rongsok yang tak bernyawa lagi hanya karena kebutaan ini.”

“Tapi kalau waktu itu aku berhati – hati berkendara, pasti kau tidak akan begitu. Dan aku pun tidak akan pula begini.”

“Sudahlah Yat, tabahlah seperti apa yang kau suruh padaku.”

Didalam ruang rawat inap kelas tiga, terbaring di dua tempat tidur pasien yang berdekatan dua orang sahabat korban kecelakaan dua hari yang lalu. Seorang diantaranya terbaring dengan perban yang melingkari matanya dan seorang yang lain terbaring dengan hanya memiliki satu kaki, satu kaki miliknya yang lain telah diamputasi siang tadi karena luka yang membusuk. Keduanya berpegangan erat. Salah seorang diantaranya sudah terlelap, sedangkan yang matanya terbalut perban, tidak ada yang tahu apakah dia telah tidur dan bermimpi atau sadar dan berkhayal dalam dunia yang dia pikir gelap.

Oleh : Lia

~~·~~  Tamat  ~~·~~

No comments:

Post a Comment