Ada yang salah
dengan hari ini, entah kenapa malam kian terasa makin panjang. Jatah badan
untuk beristirahat bertambah, ada beberapa jam lagi untuk terlelap kembali.
Tapi Anwar yakin memang ada yang salah dengan malam ini. Logikanya pada saat
bumi berputar akan ada bagian dunia yang terjadi siang dan bagian yang lain
akan terjadi malam. Tapi kenapa dibagian dunia tempat anwar bernaung malamnya
diperpanjang. Apa disana juga siangnya
bertambah lama ?
“Kini aku baru
sadar kenapa di negara timur tengah sana banyak sekali gurun. Ya, mungkin
memang begitu, karena siangnya terlalu lama. Untuk itu kita disini merasakan
malam yang agak panjang. Bukan begitu Yat ?” Tanya anwar kepada sahabatnya
Dayat yang memang sedang terbaring disebelahnya, Dayat menemani Anwar
menghabiskan malamnya yang terasa amat panjang.
Dayat mengangguk
saja, walau sepertinya percuma karena dengan malam yang bertambah panjang untuk
anwar dia tidak bisa melihat rupa temannya itu.
“Kau setuju Yat
? Mengangguklah jika iya.” Anwar agak marah karena Dayat tidak merespon.
“Iya aku setuju,
dan juga sudah mengangguk. Tapi apa kau bisa liat aku mengganguk ? Kau bilang
malam ini gelap bukan ?” Kata Dayat kesal.
“Oh iya, benar
juga ya. Payah betul. Sudah malam panjang begini, ditambah juga mati lampu. Aku
bisa liat apa ? Aku seperti bicara sendiri. Padahal ada kau ya ?”
“Sudahlah jangan
meracau terus. Kalau memang masih mati lampu, tidur saja.”
“Tidur atau
sadar tidak ada beda Yat. Sama – sama Gelap, Mata tertutup pasti gelap, mata
terbuka juga masih gelap. Bedanya kalau aku tidur aku bermimpi ,kalau aku sadar
aku menghayal. Ah, hidup - hidup… kenapa pilihannya hanya dua ?”
“Yang kau mau
dikasih berapa pilihan ?”
“Aku hanya mau
seperti dulu, bekerja di siang hari. Terang. Aku rindu terang. Dan nyalakan
lampu untukku pada malam hari. Agar aku tak kegelapan.”
“Kau ini maunya
apa ? kau mengejek ya ? sudah jangan bicara lagi kalau malam semakin panjang
atau juga mati lampu. Malam tetap seperti biasa war. Siang juga seperti biasa.
Terimalah, kau kini buta. Jangan bertindak seolah – olah kau tak tahu apa –
apa. Tabah sajalah. Terima sajalah nasibmu war, aku tahu pasti berat. Tapi
terimalah saja.”
“Dayat, teganya
kau bicara seperti itu. Aku tidak akan selamanya begini yat, Aku tidak buta
yat. Aku hanya terjebak dalam keadaan yang tidak memungkinkanku untuk melihat.
Bukan aku yang buta, hanya dunia saja yang menjadi gelap. Tidak ada sinar yang
mampu tertangkap oleh mataku. Mungkin memang malam bertambah panjang, dan lampu
pun sedang dimatikan. Aku sadar betul Dayat, tapi apa salahnya aku berharap
semoga Tuhan menyalakan lampunya lagi untukku. Menambahkan pilihan hidup selain
mimpi atau khayalan. Dayat, hanya dengan cara ini aku mencoba tabah. Kalau kau
pikir aku tak waras, ya biarlah. Minimal aku bukan makhluk rongsok yang tak
bernyawa lagi hanya karena kebutaan ini.”
“Tapi kalau
waktu itu aku berhati – hati berkendara, pasti kau tidak akan begitu. Dan aku
pun tidak akan pula begini.”
“Sudahlah Yat,
tabahlah seperti apa yang kau suruh padaku.”
Didalam ruang
rawat inap kelas tiga, terbaring di dua tempat tidur pasien yang berdekatan dua
orang sahabat korban kecelakaan dua hari yang lalu. Seorang diantaranya
terbaring dengan perban yang melingkari matanya dan seorang yang lain terbaring
dengan hanya memiliki satu kaki, satu kaki miliknya yang lain telah diamputasi
siang tadi karena luka yang membusuk. Keduanya berpegangan erat. Salah seorang
diantaranya sudah terlelap, sedangkan yang matanya terbalut perban, tidak ada
yang tahu apakah dia telah tidur dan bermimpi atau sadar dan berkhayal dalam
dunia yang dia pikir gelap.
Oleh : Lia
~~·~~ Tamat
~~·~~
No comments:
Post a Comment